Kantorberita.online – Toraja – Urgensi Gereja-gereja di Indonesia, Pemetaan Masalah Gereja-gereja Level Nasional, dan Panduan Kebijakan Gereja Responsif Gender menjadi materi bahasan dalam panel talk show, di hari pertama kegiatan Pekan Raya Perempuan Gereja (PRPrG) PGI 2024, di Gedung Tammuan Mali, Makale, Toraja, Kamis (31/10/2024).

Masing-masing materi disampaikan oleh narasumber Pdt. Krise Anki Gosal, Pdt. Lenta Enni. Simbolon, dan Pdt. Retno Ratih Suryaning Handayani.

Pada kesempatan itu, Pdt. Krise Gosal memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi gereja-gereja di Indonesia, seperti adanya Krisis Keesaan, Krisis Kebangsaan, Krisis Ekologi, Krisis Keluarga, Krisis Pendidikan, Tantangan perkembangan Teknologi Artificial Intellegence (AI).

Sedangkan Krisis Keesaan, lanjut Wasekum PGI ini, ditandai dengan kemandegan hubungan gereja-gereja di Indonesia untuk membangun keesaan gereja dalam kepelbagaian, melemahnya gerakan oikoumene, unity in action tidak diikuti dengan aksi, serta kerjasama lintas gereja sebatas slogan.

Sementara Krisis Kebangsaan tercermin dari terancamnya sendi-sendi persatuan, polarisasi masyarakat yang makin lebar, pelanggaran HAM, berbagai persekusi, semakin banyaknya korban penodaan agama, rawan konflik berkepanjangan menciptakan ketidaknyamanan hidup/ khususnya dalam masyarakat Papua, bertumbuhnya radikalisme dan/atau sikap intoleransi, maraknya korupsi, bahkan di tengah kemiskinan rakyat. “Wajah kemiskinan akut justru pada orang-orang yang tinggal di lokasi yang sangat kaya SDA,” tandasnya.

Lebih jauh dipaparkan Pdt. Krise Gosal, untuk Krisis Ekologi ditandai dengan pengrusakan lingkungan, eksploitasi sumber daya alam dan penguasaan privat sumber hidup bersama baik air, tanah, laut, hutan dan udara, serta gereja mengabaikan panggilan ekologisnya.

“Untuk Krisis Keluarga, yang merupakan unit sosial dan wajah gereja terkecil, berbagai masalah kekerasan dalam rumah tangga akibat budaya patriarki dominan, kesulitan ekonomi, dan pergeseran fundamental fungsi keluarga di era digital,” paparnya.

Demikian halnya Krisis Pendidikan. Menurut Pdt. Krise Gosal dunia pendidikan semakin ekslusif (kurikulum, sistim pengelolaan), minimnya kesejahteraan guru menyebabkan rendahnya minat generasi muda menjadi guru, kualitas guru yang rendah, pendidikkan teologi sebagai jantung gereja juga perlu mendapat perhatian khusus.

Sebab itu, penting untuk segera dilakukan gereja-gereja berkolaborasi mengembangkan kualitas baik kurikulum maupun sistim pengelolaan. Tidak sekadar menambah jumlah sekolah teologi. Gereja-gereja harus memberi perhatian pada upaya pengelolaan sistim pendidikan di Indonesia, baik umum maupun teologi, gereja-gereja untuk berkomitmen dalam pemenuhan hak-hak dasar warga, seperti akses pada pendidikan, pelayanan Kesehatan, kesempatan kerja, dan lainnya.

Terkait Tantangan Perkembangan Teknologi Artificial Intellegence (AI), dia mengingatkan gereja-gereja untuk melakukan kajian-kajian teologi tentang AI, penggunaan AI dalam pelayanan gereja dan kehidupan seluruh ciptaan, serta mendorong pemerintah untuk regulasi pengembangan dan penggunaan AI yang berpotensi mengubah pendidikan dan peradaban.

Dalam rangka mengembangkan kehidupan gereja yang lebih adil dan setara antara laki-laki dan Perempuan, Pdt. Retno ratih secara komprehensif menjelaskan terkait Panduan Kebijakan Gereja Responsif Gender.

Diungkapkan bahwa pembuatan panduan tersebut didasarkan kepada Keputusan Sidang Raya di Nias, selain itu realita masih banyaknya ketimpangan relasi antara laki-laki dengan perempuan, baik dalam masyarakat maupun gereja. Hal ini tampak jelas dalam berbagai kasus kekerasan berbasis gender, dan masih sedikitnya kepemimpinan perempuan dalam gereja.

“Tujuan dari panduan ini adalah memperlengkapi gereja-gereja anggota PGI di dalam menyusun kebijakan gereja responsif genjer. Kedua, memperlengkapi gereja-gereja anggota PGI untuk mengemplementasikan kebijakan dan program gereja responsif gender. Responsif gender adalah upaya yang sistematis dan konsisten dalam melihat perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dan upaya untuk menghampus hambatan secara sturktural dan kultural dalam rangka mengupayakan kesetaraan laki-laki dan perempuan,” jelasnya.

Anggota MPH-PGI ini berharap, ketika panduan tersebut diterima, bisa diimplementasikan oleh gereja-gereja dan sinode gereja untuk mengembangkan kehidupan gereja yang lebih adil dan setara antara laki-laki dan perempuan.

Pdt. Lenta E. Simbolon menyinggung soal pergumulan gereja-gereja di Indonesia dalam perspektif DKG (draf) 2024-2029. Menurutnya, menyoroti pergumulan gereja-gereja di Indonesia sesuai draf PPTB 2024-2029 yang menekankan tiga pokok panggilan bersama Gereja-gereja di Indonesia, yakni (1) panggilan keesaan gereja, (2) panggilan pemberitaan Injil, dan (3) panggilan pelayanan sosial-ekologis gereja.

Ketiga pokok panggilan ini mengacu pada pemahaman kontekstual gerejawi dan sosial-ekologis di Indonesia. Ketiga panggilan tersebut menjadi tugas bersama Gereja-gereja di Indonesia yang mengalami polycrisis. Krisis berarti keadaan yang sangat serius, mendesak, dan mengancam keberlangsungan atau stabilitas suatu sistem, organisasi, atau individu, membutuhkan keputusan untuk menangani segera, serta memiliki dampak yang luas dan signifikan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

“Polycrisis berarti bertumpuknya berbagai krisis yang saling memengaruhi dan memperburuk keadaan. Berdasarkan pengamatan demikian, polycrisis sejak Sidang Raya XVII PGI di Sumba sampai Sidang Raya XVIII di Toraja adalah dalam hal keesaan, kebangsaan, dan ekologi, dengan tambahan identifikasi krisis keluarga, pendidikan, serta efek disrupsi yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi Artificial Intelligence. Bertolak dari situasi itu, disusun lima agenda tugas bersama sesuai prioritasnya,” papar Sekretaris Eksekutif Bidang KPG-PGI ini.

Lebih jauh dijelaskan, bahwa berangkat dari situasi polycrisis di atas, dalam PPTB 2024-2029, PGI ingin mendorong Gereja-gereja memberi perhatian pada pokok-pokok tugas bersama, yaitu (1) mendata, Mengkaji, dan Mengembangkan Potensi, Kapasitas dan Kapabilitas Gereja-gereja; (2) Mengembangkan Potensi Forum dan Jaringan Oikoumenis Lokal; (3) Membangun Kesadaran dan Jejaring Politik Warga; (4) Mengembangkan Literasi dan Kecakapan Digital Warga Gereja; (5) Memperkuat Basis Keluarga, Pendidikan, Kesadaran Ekologis Hijau dan Biru, Spiritualitas Keugaharian, dan Kemandirian Ekonomi.

 Pewarta: Markus Saragih Sumber : https://pgi.or.id/sesi-i-prprg-pgi-soroti-urgensi-pemetaan-masalah-gereja-level-nasional-dan-kebijakan-responsif-gender-gereja/